IDE dan kekayaan batin merupakan modal pokok bagi pengembangan kreativitas seni sandiwara sehingga menjadi suatu pertunjukan yang bisa dinikmati. Ini sangat terlihat dalam sandiwara amal yang dilakukan masyarakat di Dusun Pulau Belimbing, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Mereka punya cara lain untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, yakni berbentuk drama. Drama tradisional ini diberi nama oleh masyarakat dengan sebutan “sandiwara amal”, karena masyarakat tak mengenal istilah teater.

Pemberian nama ini disebabkan oleh penampilan yang selalu memungut biaya dengan cara menjual tiket atau karcis. Hasil penjualan karcis digunakan untuk pembangunan desa, baik itu untuk perbaikan jalan yang menghubungkan dari desa ke desa, perbaikan masjid, mushala, sarana pendidikan agama dan lain sebagainya.

Sandiwara ini diperkenalkan oleh Abik pada tahun 1948, yang pulang merantau dari negara Singapura saat Hari Raya Idul Fitri.

Pada 1940-an, Singapura telah mengalami banyak kemajuan. Di sana beliau sering menonton pertunjukan sandiwara. Alasan untuk memperkenalkan sandiwara hanya untuk menghibur masyarakat dan sebagian penduduk yang pulang dari rantau.

Sepulangnya dari Singapura, beliau coba melakukan hal serupa yang pernah ia tonton dan melakukan semampunya. Mulai dari mengumpulkan pemain yang terdiri dari para pemuda desa, sampai pada pembuatan cerita yang sangat dekat dengan persoalan masyarakat dan juga cerita-cerita legenda yang berkembang di tengah masyarakat Pulau Belimbing.

Dengan berjalannya waktu, Desa Pulau Belimbing mengalami kemajuan dibidang seni dan budaya. Kegiatan budaya makin bertambah dan disusun menjadi kegiatan rutin tahunan. Kegiatan itu diadakan mulai dari sebelum Ramadan hingga setelah hari Raya Idul Fitri. Urutan kegiatan ini dimulai dari bakela alias makan basamo (bersama), lomba MTQ (Musabaqoh Tilawatil Quran), pacu tongkang (perahu) dan sandiwara amal sebagai acara puncak.

Bentuk sandiwara amal disampaikan dengan cara dimainkan atau dipertunjukkan. Para pelaku memainkan atau memperagakan cerita. Penyajian cerita dibawakan secara lelucon atau lawakan dan selalu spontanitas. Terkadang porsi lawakan cenderung menyindir dan sering berlebihan yang selalu mengikuti keinginan penonton, karena antara penonton dan pemain terjadi interaksi.

Kesenian tradisional Bangkinang Barat ini, selalu dinanti-nantikan masyarakat. Bahkan sanak famili yang merantau ke negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura pasti menyempatkan diri untuk pulang demi menyaksikan sandiwara amal ini.

Setiap tahunnya even tahunan ini selalu dipadati oleh ribuan penonton dari berbagai penjuru Bangkinang sekitar hingga dari luar kota.

 

BAGIKAN
Muhammad elzi
Keluarlah dari zona nyaman. Genpi...gasss

Tinggalkan Balasan