BANDA ACEH – Aceh memiliki potensi sebagai kiblat modest fashion, ini terlihat dari bermunculannya nilai-nilai budaya yang diterapkan dalam ragam hias yang dilakoni oleh desainer-desainer muda berbakat Aceh.
Dalam hal ini pula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh bersama Perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh, menggelar kegiatan Aceh Cultifashion Workshop Ragam Hias sebagai perwujudan kepedulian terhadap SDM fesyen di Aceh dengan turut memperhatikan muatan nilai-nilai budaya yang harus tetap terlestarikan.
Workshop yang dibuka oleh Kadisbudpar Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya, Evi Mayasari mengatakan, Aceh sendiri punya potensi untuk dijadikan kiblat Modest Fashion, mengingat mayoritas penduduknya muslim.
“Potensi yang dimiliki oleh Aceh saat ini banyak melahirkan desainer-desainer muda berbakat, tentunya kedepan potensi tersebut bisa membuat ragam hias yang memiliki nilai-nilai budaya tentunya bisa dipadukan menjadi potensi modest fashion,” ujar Evi, Rabu (8/9/2021).
Evi juga menambahkan, Aceh harus dapat bersaing dan mempunyai brand tersendiri yang nantinya bisa menjadi kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Mengingat Aceh sendiri belum dapat memenuhi permintaan konsumen karena keterbatasan-keterbatasan yang ada.
“Tugas kita sekarang untuk sigap bergerak cepat dalam menjawab permintaan pasar dengan segala kemampuan yang ada,” sebut Evi Mayasari.
Milenial Aceh saat ini, sebut Evi, pasti punya semangat untuk menunjang keberhasilan Aceh dalam modest fashion.
“Kami pun berharap kerjasama dapat terjalin ke seluruh stakeholder untuk mewujdkan cita-cita besar ini, yaitu menjadikan Aceh salah satu pusat fashion muslim,” pungkasnya.
Kepala Perwakilan BI Aceh, Achris Sarwani dalam sambutannya menegaskan bahwa Aceh punya kesempatan besar untuk meraih kejayaan modest fashion, karena Aceh punya modal yang mumpuni.
“Hari ini kita explore termasuk dibagian ragam hias, agar yang bersifat tradisi yang selama ini menjadi kebanggaan kita juga bisa menjadi kebanggan masyarakat luar selama-lamanya dan tidak akan pernah luntur,” kata Achris.
Bank Indonesia, sebut Achris juga konsen agar kegiatan dengan sejuta manfaat ini tidak berhenti sampai disini. Hal yang harus segera kita gapai bersama adalah kita harus melahirkan wastra Aceh yang matte dan fit dengan kebutuhan pasar lokal hingga Internasional.
“Kegiatan ini jangan berhenti disini dan ditindaklanjuti, bagaimana caranya ini menjadi suatu bisnis yang baik”, tegas Achris.
Workshop yang berlangsung dengan melibatkan 40 partisipan yang berlatar belakang fesyen desainer, pengrajin motif, dan mahasiswa, serta alumni FKIP Tata Busana ini terlaksana dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Nantinya para peserta ini dapat menjadi promotor penggerak dalam melahirkan motif dan desain baru sesuai dengan permintaan dan perkembangan pasar tanpa menghilangkan jati diri Aceh.